Archive for ◊ 2007 ◊

16 Apr 2007 Tak Habis Pikir (1)
 |  Category: My Kids  | 2 Comments

Friday, December 22, 2006, 16.44

Alfath terima raport hari ini. Alhamdulillah hasilnya cukup baik. Kepala sekolahnya cerita bahwa mereka baru saja kecolongan dengan adanya peristiwa ‘mengejutkan’ yang terjadi di sekolah. In front of their very eyes. Sehabis test murid-murid kelas B di suruh main di luar kelas untuk menghilangkan kesumpekan dan kepenatan. Lalu setelah beberapa waktu gurunya baru ‘ngeh’ bahwa ada beberapa siswa yang hilang dari pandangan. Usut punya usut, setelah dicari ternyata ada tiga orang murid: 2 laki-laki dan 1 perempuan yang sedang berada di kamar belakang sekolah yang dialih fungsikan sebagai ruang UKS. Setelah ditanya, dengan polosnya mereka melontarkan jawaban mengagetkan: “sedang main perkosa-perkosaan”. Salah seorang murid laki-laki bertindak sebagai ‘sutradara’ yang mengarahkan temannya untuk membuka baju dan celana sang murid perempuan. Si wanita menolak dan menangis. Untungnya peristiwa itu keburu dipergoki Bu Guru sebelum anak itu berbuat apa-apa dan sang anak masih berpakaian lengkap. Para guru miris dan masygul. Mungkin mereka, begitupun aku, tidak habis pikir bagaimana para bocah polos itu dapat berpikiran dan berbuat sejauh itu. Bu Kepsekpun mengaku malam itu ia tidak bisa tidur. Ia hanya bisa menangis. Setelah orangtua ketiga anak itu dipanggil sendiri-sendiri, merekapun masing-masing menangis.

16 Apr 2007 Life Seeking (4)
 |  Category: Refleksi  | Leave a Comment

Pusing juga sehabis menyortir dan membereskan mainan Alfath. Sebagian besar terdiri dari bagian kecil yang terberai-berai seolah sudah tak ada harga dan gunanya lagi. Padahal dulu mainan itu diperoleh dengan harga belasan atau bahkan puluhan ribu rupiah. Disayangi dan dianggap penting sehingga ia menangisinya ketika salah satu bagian mainan itu hilang, rusak, atau tercecer.  Tapi sesudah lewat masanya, mainan itu dilupakannya begitu saja dan tidak dipedulikannya sama sekali.

 

Bukankah hal yang sama juga terjadi dalam kehidupan kita? Betapa banyaknya perkara yang semula kita anggap penting ternyata adalah sesuatu yang remeh belaka ketika sudah lewat masanya. Aku begitu memusingkan rankingku saat sekolah dulu. Tapi kini, di antara pergaulan ibu-ibu, apakah ada bedanya antara sang juara kelas dan the mediocre?

 

Bisa jadi pola didik ibu yang dulu prestasi sekolahnya biasa-biasa saja lebih bagus karena ia lebih sabar dan tidak terlalu menuntut apapun dari anaknya.

 

Kembali ke topik asal: begitu banyak hal yang remeh temeh dalam kehidupan ini terlebih dilihat dari perspektif keakhiratan dan hakikat sejati keberadaan kita di dunia ini. Beberapa hari yang lalu aku menyaksikan sebuah acara talkshow yang membahas tentang kecantikan. Dangkal dan meletihkan. Dunia terasa betul bagai sebuah permainan dan senda gurau belaka. Apa yang kita anggap penting saat ini mungkin adalah sesuatu yang tidak ada artinya sama sekali untuk bekal kehidupan nanti.

 

Seorang artis mengungkapkan: untuk perawatan kuku saja dia menghabiskan 175 ribu per dua minggu.  Untuk spa, perawatan tubuh dan rambut kira-kira 500 ribu per dua minggu, itu frekuensi minimal. Kalau diundang ke suatu acara atau ada event besar tertentu perawatannya lain lagi. Belum lagi special treatment seperti suntik botox yang lazim dilakukan oleh ibu-ibu kaya. Paling tidak, menurut artis level menengah itu, ia menghabiskan anggaran kira-kira 5-6 juta sebulan untuk  semua perawatan kecantikan itu. Yang sekarang jadi tren adalah melukis kuku. Kalau perawatannya benar, sekali lukis bisa tahan 2-3 minggu. Setiap 3 hari sekali harus dilapisi ulang oleh cairan pelindung tertentu agar tetap baik dan mengkilap. Agar lebih cantik bisa ditambahkan beberapa pearl atau manik-manik di atasnya. Supaya tidak rusak tentunya tidak dianjurkan makan menggunakan tangan. Wuihh, ribet!!! Gimana air wudhu bisa masuk ya? Mungkin itu gak pernah jadi konsiderasi mereka. Yang penting kan bagaimana supaya terlihat cantik, segar dan senantiasa muda. Muka halus, tubuh langsing dan perut ramping.

 

What a fake !!! 

 

 

Sunday, December 11, 2006, 22.02

13 Apr 2007 Aslam’s Birth
 |  Category: My Kids  | Leave a Comment

Friday, Oct 7, 2005, 13.45

Bayiku sudah lahir tanggal 18 September kemarin. Namanya Aslam Nur Hidayat. Lahir pada pukul 17.41 dengan berat 2800 gram, tinggi 50 cm dan lingkar kepala 36 cm. Masya Allah, berat sekali proses kelahirannya. Kurang lebih 4 jam aku merasa mulas dan melinting kesakitan. Sekarang pun, setelah hampir 3 minggu saat-saat yang sangat berat itu kulalui, masih terasa kenyerian dan kesakitan pasca proses persalinan. Untungnya tidak terasa lagi kepedihan karena lecet payudara seperti yang kualami waktu menyusui Alfath dulu. Insya Allah akan kuusahakan semaksimal mungkin untuk menyusui Aslam dengan ASI eksklusif.

Terasa betul beratnya menjadi ibu kalau sedang punya bayi seperti sekarang. Bahkan menulis pun urung kulakukan meskipun sebenarnya sudah sangat ingin sejak kemarin. Jadi merasa takjub dan salut pada ibu-ibu yang beranak banyak. Darimana ya datangnya kekuatan dan kesabaran yang begitu luar biasa untuk mengurus dan melayani kebutuhan anak-anak mereka. Apalagi ibu-ibu yang mengerjakan semuanya sendiri tanpa dibantu orang lain, baik karena pilihannya sendiri maupun karena keadaan yang tidak memungkinkan. Ibu-ibu perkasa itu mampu mengemong anak-anak dengan baik, menjadikan rumah sebagai tempat tinggal yang aman, bersih dan nyaman serta bisa menyenangkan dan memanjakan suami dengan masakan dan pelayanan yang memuaskan. 

Hidup seperti benar-benar diekstraksi kalau sedang dalam keadaan begini. Diperas habis untuk diambil saripati yang penting dan berguna. Waktu yang 24 jam sehari harus diisi dengan serentetan pekerjaan yang mengantri untuk diselesaikan. Selesai pekerjaan yang satu, sudah menunggu pekerjaan yang lain. Bagi  ibuku, bangun pas waktu subuh itu sudah kesiangan kalau punya anak kecil. Tidur siang adalah suatu kemewahan buat seorang ibu. Aku mulai ketularan juga sedikit-sedikit. Paling nggak, sekarang aku merasa sayang banget kalau mau menghabiskan waktu 2 jam di depan TV untuk menyaksikan sebuah film. Rasanya lebih baik tidur dan mengistirahatkan badan yang sudah lelah bekerja seharian. Padahal dulu aku geregetan banget kalau nyetelin CD film bagus buat ibu tapi ibunya malah tidur dan nggak peduli. Mungkin idealnya  tidur malam paling lama cuma 6 jam kali ya. Tidur jam 10 malam dan bangun lagi jam 4 pagi. Kalau sedang enak hati rasanya ringan dan mudah saja ngerjain setumpuk pekerjaan. Tapi kalau sedang datang rasa jenuh atau sedang kehilangan visi dan pemaknaan rasanya stress banget lihat pekerjaan yang seperti tak ada habisnya.

13 Apr 2007 Wednesday, June 29, 2005. 01.48
 |  Category: My Self  | Leave a Comment

Ffuihh, it’s completely a tiring day! Seems everyday is a tiring day. Kalau sudah tiba waktu petang dan malam rasanya yang tersisa cuma kelelahan yang luar biasa. I can’t help my leg! Jadi sungguh bukan maksud hati untuk menelantarkan atau mengacuhkan suami, atau bermaksud jadi istri pembangkang. Sungguh bukan begitu. Tapi karena keadaan badan yang memang sudah sangat terasa berat. Baru teringat keinginanku yang menggebu dulu untuk memberi Alfath adik di jarak yang tidak sejauh sekarang. Tapi  kiranya Allah belum juga berkenan memberi. Sekarang baru benar-benar terasa hikmahnya. Punya anak satu pun terasa sangat melelahkan. Rupanya DIA benar-benar memberi sesuai dengan kesiapanku!

Untuk Mas: “Maaf ya Mas sayang, hope I could serve you better tomorrow!”

13 Apr 2007 Friday, June 24, 2005, 20.05
 |  Category: My Husband, Refleksi  | Leave a Comment

Agak malam Mas pulang akhir-akhir ini. Pasti banyak pekerjaan di kantor. Sebenarnya ini belum terlalu malam juga. Ada banyak orang yang mungkin pulang lebih larut. Jam 10, 12, atau bahkan lebih larut lagi. Sabtu dan Minggu akhirnya jadi kemestian untuk keluar rumah. Untuk melemaskan urat syaraf, meredakan ketegangan atau menghilangkan kejemuan. Toh, buat apa capek-capek mencari uang kalau bukan untuk dinikmati sebagiannya? Hidup lalu berputar ke itu-itu saja. Seperti yang ditulis oleh seorang teman yang mengalami kegelisahan yang merasa bahwa hidup hanya seperti sekedar tarikan antara senang dan sedih atau antara keberhasilan dan kegagalan. Itu juga yang kerap kali kupikirkan belakangan ini sampai kadang pikiran itu terasa begitu menyesakkan dada dan ingin kukeluarkan dengan menangis sekeras-kerasnya. Terpikir bahwa setelah selesai aku mengerjakan pekerjaan ini aku harus kembali mengerjakan hal yang sama keesokan hari dan keesokannya lagi dan keesokannya lagi. Dan begitu seterusnya. Aku seperti kehilangan semangat hidup karena tak tahu apa yang harus kukejar. Kemarin malam aku seperti mendapat sentakan saat membaca surat Ibrahim ayat 19: “Tidakkah kamu perhatikan bahwa sesungguhnya Allah menciptakan langit dan bumi dengan haqq…” Tapi sentakan itu rupanya tidak cukup menyemangatiku untuk menjalani hari ini dengan lebih baik. Untuk belajar dengan lebih baik.Ya Allah, sesungguhnya apakah arti haqq keberadaanku di dunia ini?