Archive for ◊ 2008 ◊

04 Aug 2008 Tanpa TK
 |  Category: My Kids  | Leave a Comment

Gambar_apat_1_1 Gambar_apat_2_2 These what we had in our living room. Hasil karya Gambar_apat_3_2 mewarnai Alfath di kelas TK A dulu. Karena menurutku bagus dan sayang bila hanya tertumpuk di lemari buku, maka kurobek beberapa halaman di buku gambarnya, lalu kubingkai dan kujadikan hiasan.

Alfath memang punya passion tersendiri dalam menggambar dan mewarnai beberapa tahun belakangan ini. Aku yang tidak pernah mengajarinya, jadi amazed sendiri dengan perkembangannya. Pertama kali aku ‘ngeh’ dengan kemampuannya adalah ketika ustadzahnya di TK A mengabarkan bahwa Alfath akan diikutsertakan dalam lomba mewarnai mewakili sekolah.

Ternyata meskipun anakku ini doyan ngobrol di kelas, tapi dia tetap bertanggung jawab menyelesaikan tugasnya. Jadi biarpun kelar paling belakangan karena mengerjakan dengan santai dan diselingi banyak ngobrol, tapi hasil kerjaannya boleh dikata bagus dan rapi.

Contrary to him, ibunya ini justru paling benci dan ga suka sama yang namanya gambar dan mewarnai. Entah kenapa. Sampai-sampai aku berpikir, apakah ini disebabkan kurang optimalnya stimulasi otak kananku di usia prasekolah, ataukah memang pada dasarnya aku ga berbakat seni? I’m a very plain person. Sama sekali ga nyeni.

Aku tak pernah terdaftar menjadi murid TK. Karena bisa membaca di usia 4, aku didaftarkan ibu di SD Negeri saat usiaku 5 tahun 3 bulan. Karena belum cukup umur aku ditolak. Akhirnya ibu mendaftarkanku di MI. Tadinya hampir tertolak juga. Tapi karena ibuku beralasan ke Kepsek untuk sekedar mencoba saja, dan boleh mengeluarkanku bila dalam 1 bulan tidak bisa mengikuti pelajaran, akhirnya aku diterima juga. Ternyata lanjuut terus. Naik kelas 2 MI, aku pindah ke kelas siang karena paginya sekolah di kelas 1 SDN.

Waktu sekolah dulu, nilai kesenianku paling top adalah 7. Malah seringkali hanya mentok di angka 6. Kesenian terutama menggambar adalah pelajaran yang paling tak kusuka selain olah raga.

Soal ini jugalah yang sering jadi bahan ledekan Alfath. Kalau sedang marah, ngambek, atau jutek kata-kata andalannya adalah: "Halah…Bunda ga bisa gambar aja…" Mau marahnya soal apa kek, ujung-ujungnya pasti ini yang jadi kartu truff nya. Aku langsung mati kutu. Memang begitu kenyataannya.

Aku ingat waktu umur Alfath sekitar 3 tahun. Kalo dia menggambar yang aneh-aneh, maksudnya yang keren yang aku ga nyangka dia bisa gambar begitu, aku langsung tanya : "Loh Apat bisa gambar gini siapa yang ajarin? Idenya darimana?" Dengan cerdasnya dia menjawab: " Ya dari otak Apat sendiri donk…" Duh, belagu deh, mentang-mentang Bundanya ga pernah ngajarin… 😛

30 Jul 2008 My New Bike
 |  Category: My Kids  | One Comment

My_new_bike Kali ini tentang soal yang remeh temeh dan ga penting. Cuma mau nulis aja buat pengingat bahwa pada Sabtu malam, 26 Juli 2008 kami sukses membuat Aslam kegirangan dengan membelikannya sepeda mini baru. Ini dibela-belain setelah beberapa hari sebelumnya  Aslam ngiler liat sepeda berjejer di Hypermart Cito sampe-sampe merengek sama ayahnya: "Ayaah, plis deeeh…."

Hehe…gw baru denger nih Aslam bisa ngomong gini…

Tapi emang dia udah lama kepingin sih setelah sepeda bayinya merotol botak ga karuan. Heran deh, satu demi satu partsnya copot sampe akhirnya dengan sukses ketabrak motor (atau mobil?) sehingga ga bisa berjalan dengan lancar lagi.

Sepeda_lama Sepeda_lama_2

Kalo udah begini keadaannya, kayaknya udah ga layak lungsur lagi buat Halim ya…?!

Padahal dulu mereka berdua hobi berebutan main sepeda bersejarah ini lho… Dsc04732edit

Dasar bocah, hobi main sepeda dalem rumah…

28 Jul 2008 Our Very First Home
 |  Category: My Family  | 3 Comments

Home is where your heart belongs to. Nice quotes. Entah aku lupa pernah baca di FS nya siapa. Hayo…yang ngerasa boleh ngaku. Aku emang nyontek kok.

Kalo home seperti makna di atas insya Allah sudah aku punyai sejak lama. In my little happy family. Maksudku sekarang adalah home secara fisik loh.

Setelah selama ini setia menjadi kontraktor, akhirnya kami memutuskan -dan alhamdulillah diberi kemampuan- untuk memiliki rumah sendiri (finally!). Setelah melalui beberapa proses yang agak berbelit, akhirnya terlaksanalah akad kredit pada 23 April 2008. Jadi sejauh ini berarti kami sudah mencicil sebanyak 3 kali. Tinggal 117 bulan lagi sisa cicilan (waks, ini mah banyakan yg belum ya…Still a long way to go 😀 ). Baru lunas pas anakku remaja nanti. Ya…mudah-mudahan kalo ada rejeki bisa dipercepat pelunasannya. Aamiin…

So, tanpa banyak kata lagi, inilah potonya sodara-sodara….

Rumah_edit_2 Rmh_edit_2

Sebuah rumah yang mungil saja. Aslinya tipe 36/91. Tapi oleh yang empunya dulu sudah ditutup belakang dan ditingkat dengan tambahan 2 kamar di atas dan sebuah kamar mandi. Ini rumah seken yang masih terbilang baru. Bangunan tahun 2005. Harganya sih banyak yang bilang termasuk murah. Dengan renovasi seperti itu loh. Masih di bawah 200 lah. Jadi total ada 3+1 kamar tidur dan 2 kamar mandi. Ya…sementara ini cukup memadai lah untuk keluarga kecil kami.

Tapi rumah ini sampai sekarang belum kami tempati. Masih perlu dirapikan di sana sini. Contohnya ini nih. Tangganya belum dipasangi railing oleh yg empunya dulu.Dsc04842edit

Gak safe banget kan buat anak-anak. Jadilah kita nempa railing dulu. Elah dalah ternyata setelah jadi, hasilnya tidak seperti harapan. Masih nyelos banget jerujinya. Sama juga boonk. Dasar! Siapa sih nih yang milih model…?! (padaal gw sendiri, wakaka…Dasar dodol).

Tangga_1_edit Dsc05147_edit

Asli deh, pas baru liat waktu belum kepasang, langsung berasa ilfil. Soalnya setelah dites dengan nyuruh Alfath mencoba lewat, langsung nyeplos aja tuh. Apalagi buat 2 krucil yang masih imut-imut. Langsung deh ilang napsu mengingat uang 3 juta lenyap tanpa sesuai harapan. Waduh, nasi dah jadi bubur, mo nempa yang baru ga mungkin kan. Emang kebanyakan duit apa. Tapi alhamdulillah, ternyata tukang nya terima complainan kita dan masih nerima perbaikan. Akhirnya dibetulin deh. dan yang paling penting: Free of Charge. Emang paling enak dapet gratisan. Jadilah hasilnya seperti ini, ga keliatan seperti tambelan kan…?!

Dsc05223edit Dsc05225edit

Alhamdulillah….sekarang aman deh.

Sementara itu, tukang cet yang satu ini agaknya sudah menyerah dan meninggalkan pekerjaan untuk diselesaikan oleh yang expert alias tukang bangunan aseli. Capek bo, udah bolak-balik tapi ga kelar-kelar. Kalo misua sih udah nyerah dari kapan tau. Katanya ga worthed banget ngecat sendiri, yang ada waktu luang untuk main bersama anak-anak di waktu libur jadi kebuang.

Kalo yang mau liat hasil cat an ku ini nih. Sayang cuma dikit gambarnya. Soalnya males banget harus resize gambar mulu. Gini nih punya kamera kecanggihan dengan spek melebihi kebutuhan. Pixelnya rapet banget shg filenya jadi besar dan susah di-upload. Makanya udah lama banget ga pernah upload foto yang sebenernya bejibun di komputer.

Dsc05074edit  Ini yg warnanya norak banget adalah kamar Apat and the gank. Abisnya dia sendiri yang milih. Kupilihin yg lebih soft ga mau.

Dsc05133edit_1 Ini kamar orang tua yang agak norak dikit. Ceritanya mau eksperimen dengan kamar yang bukan putih seperti kebiasaan sebelumnya.

Ruang_tamu_edit_1 Untuk ruang tamu, ga berani eksperimen macem-macem dah. Cukup dengan Light Ivory Catylac ajah.Ntar mau warna macem-macem malah kebanting karena ruangannya cuma seiprit.

Ya lumayanlah untuk rumah pertama di daerah yang rencananya adalah (bukan) persinggahan terakhir.

*Masih merasa bahwa Jakarta lah rumahku.

16 Jul 2008 Delapan Detik di Lift
 |  Category: Oprah Show  | Leave a Comment

"Bahkan ketika aku menaiki sebuah lift di New York, ada sebuah TV di sana. Mengerikan sekali, betapa manusia takut akan dirinya sendiri, bahkan untuk waktu 8 detik sekali pun." Ini perkataan Elizabeth Gilbert yang sangat menyentilku yang kulihat untuk ketiga kalinya pagi ini di Oprah. Ia adalah pengarang Best Seller Book "Eat, Pray, Love".

Kenapa buku itu bisa jadi Best Seller? Menurutku, karena buku itu jujur menohok aspek dalam manusia. Buku itu bicara tentang pengalaman pribadi pengarangnya, tentang segala proses pencarian jati dirinya, tapi sejatinya  juga bicara tentang diri kita masing-masing. Makhluk bernama manusia. Yang rindu pengetahuan akan eksistensi diri setiap kita di dunia ini. Siapa kita? Apa tujuan keberadaan kita? Untuk apa kita ada? Serentet pertanyaan primordial yang selalu menjadi tanda tanya para filsuf besar semacam Plato, Aristoteles. Suatu pertanyaan mendasar yang nampaknya sederhana namun sama sekali tidak sederhana.

Turning point bagi Elizabeth adalah saat di mana dia merasa gelisah. Menangis di kamar mandi jam 3 pagi, merenungi apa yang hilang dari hidupnya yang tampaknya sempurna. Hidup mapan dan punya pasangan hidup yang sangat baik. Lalu dalam keputusasaannya dia berdoa. Dan sebuah suara -yang dia enggan membahasakannya sebagai Suara Tuhan-menjawabnya. "Just go back to sleep", kata suara itu. Dan di malam-malam berikutnya dia kembali lagi mempertanyakan tentang hidupnya.

Aku sedang tidak ingin membahas detil kisahnya. Hanya ingin menulis point yang menarik bagiku saja. Untuk lengkapnya silakan nonton. Atau baca buku aslinya sekalian.

Apakah Elizabeth telah sampai pada pencariannya? Kuyakin belum. Bahkan ketika ia tuntas menuliskan kisahnya sekalipun. Itu pertanyaan seumur hidup yang butuh jawaban seumur hidup. Everyday is a struggle, bukankah begitu? Ia mungkin kini menjalani hidupnya dengan cara lain, seperti 3 tips yang ia tuliskan: tanyakan pada diri sendiri what do you really-really-really want, tulis jurnal kebersyukuran, dan menanamkan mantra positif pada diri. Tapi tetap saja, hidup adalah perjuangan setiap harinya.

Kembali ke perkataan Elizabeth tadi. Memang mengerikan ya, ketika manusia sibuk sekali dengan apa yang berada di luar dirinya. Bahkan seakan enggan terasing dengan dirinya sendiri, hanya untuk waktu 8 detik!!!

22 Jun 2008 Memulai dengan Sederhana
 |  Category: My Husband, My Marriage, My Self  | 3 Comments

Di usia matang begini, hampir semua teman sebayaku telah menikah. Mungkin hanya satu dua saja yang belum menuntaskan masa lajang. Ada berbagai macam alasan yang dikemukakan, tapi mungkin yang terutama adalah belum menemukan pasangan yang pas untuk dijadikan teman seumur hidup. Aku mengerti akan hal ini dan sangat sepakat bahwa kita jangan sekali-kali memaksakan menikah dengan seseorang yang belum sreg di hati hanya karena desakan umur. Salah memilih pasangan itu berujung penyesalan seumur hidup. Tapi bagi yang sudah menemukan pasangan hati, kenapa takut untuk menyegerakan pernikahan? Ada yang khawatir tidak dapat menafkahi keluarga dengan layak nantinya, ada pula yang dipusingkan dengan masalah yang lebih dekat yaitu penyelenggaraan pernikahan itu sendiri.

Aku kadang merasa beruntung memulai semua ini lebih awal. Saat belum punya apa-apa. Saat belum jadi apa-apa. Sehingga tidak punya gengsi yang harus dijaga karena memang tidak ada yang layak disombongkan. Kami menikah ala mahasiswa. Karena pionir, maka tidak ada benchmarkingnya. Kami masih kere tapi ya teman-teman juga ga kalah kere 😀 Malah kuingat ada yang memberi ucapan begini kira-kira: "Sorry Noer, di dompet gue cuma ada duit segini-gininya, lumayan buat beli garem kan?" Hihi…hayo siapa yang ngerasa dulu nulis gini, kartu ucapannya masih gw simpen loh…*Emang cukup kok buat beli garem berkilo-kilo… :)) *

Coba bandingkan dengan teman-teman yang nikah setelah kerjaan pada mapan semua. Pasti lebih banyak hal yang jadi pertimbangan kan? Kalo yang levelnya high standard pasti ga sreg dan ga cukup PD kalo ngadain pesta resepsi di rumah aja. Paling nggak nyewa gedung. Alhamdulillah kalo ortu orang berpunya, kalo nggak kan mesti nabung dulu tuh dari hasil kerja keras sendiri. Bisa makan waktu bertahun-tahun sampai akhirnya tabungan mencukupi buat biaya nikah.

Menurutku ada dua sudut pandang berkenaan masalah ini. Ada yang mikirnya gini: "Ah, acaranya sederhana aja. Toh resepsi itu cuma acara sehari. Mending uangnya ditabung untuk kebutuhan setelah menikah." Tapi ada juga yang memandang sebaliknya: " Ah, menikah itu kan sekali seumur hidup ya harus abis-abisan donk sampai puoollll…" Again, it’s OK kalo memang kemampuannya ada. Yang repot kalo harus memaksakan diri apalagi sampe minjem kanan kiri. Kalo istilahnya orang Betawi Setu Babakan: "Biar Tekor Asal Kesohor". Kalo perlu nanggep dangdut 3 hari 3 malem. Haha…

Namanya manusia, pasti punya hasrat untuk menilai dan membanding-bandingkan. Kalo yang mindsetnya people oriented bukan Allah oriented pasti gede gengsinya dan mau serba paling  sendiri: pokoknya ‘paling wah’, ‘paling hebat’, ‘paling meriah’. Syukur-syukur kalo pernikahannya awet langgeng. Kalo cuma seumur jagung…? Wah, sayang betul…Betul-betul sayang…

Jadi buat teman-temanku yang belum atau akan menikah, jangan ditunda-tunda yah, hanya karena pusing masalah pestanya. Insya Allah kesederhanaan acara tidak mengurangi berkahnya.

I’d like to end this topic dengan ucapan penuh hikmah Baginda Nabi SAW kepada Ali ra:" Hai Ali, ada tiga perkara yang jangan kamu tunda-tunda pelaksanaannnya, yaitu sholat apabila tiba waktunya, jenazah bila sudah siap penguburannya, dan wanita (gadis atau janda) bila telah menemukan laki-laki sepadan yang meminangnya." (HR.Ahmad)

Dalam hadits lain:"Sebaik-baik wanita adalah yang paling ringan mas kawinnya." (HR. Athabrany)