Archive for ◊ 2010 ◊

14 Jan 2010 Pesan untuk Anakku
 |  Category: My Family, My Kids, My Self, Refleksi  | One Comment

Baru saja di tivi kudengar berita miris tentang seorang bapak memperkosa anak angkatnya karena menonton film porno. I sudden remember about all my children. Aku resah gelisah mencemaskan bagaimana mereka melewatkan masa puber nanti dengan konsisten berpegang pada aturan Allah.

Hampir 8 tahun usia anak tertuaku sekarang. Waktu terbang begitu cepat. Sebagai orangtua kadang kita tergagap menghadapi perkembangan anak-anak yang begitu pesat. Bekalan belum cukup tapi perjalanan harus berlanjut. Masa terus dipergilirkan. Masa mereka akan berbeda dari masa kita. Mungkin dahulu waktu kita kecil, belum ada orang gila yang tega menyisipkan film porno dalam film anak-anak. Mungkin dahulu waktu kita remaja, belum lazim koneksi internet yang mudah diakses setiap orang. Tapi lihat sekarang? Semua hal yang ingin kamu cari ada di dunia maya itu, Anakku. Maka pesan Bunda untukmu: pilihlah input yang baik, sehingga yang keluar darimu adalah output yang baik. Jaga dirimu dari segala hal yang sia-sia dan merusak otakmu. Bergaullah dengan teman yang positif yang dapat menjagamu dari perilaku yang merugikan orang lain. Betapa banyaknya orang yang keberadaannya di dunia ini bernilai negatif hanya karena mereka salah dalam menentukan pilihan. Mereka salah dalam memilih apa yang mereka tonton, baca, dengar, gauli, sehingga otak mereka rusak dan tidak dapat berpikir hal lain selain keburukan. Gunakan masa mudamu untuk hal-hal yang bermanfaat. Kendalikan hormon masa muda yang meletup-letup dengan menyalurkannya ke berbagai aktivitas positif. Jadikan Al-Quran dan sunnah Nabi sebagai pegangan hidup. Yakin pada diri sendiri dan jangan melulu tunduk pada apa kata orang. Tanyalah nuranimu sebelum bertindak. Bila baik, maka berkeras hatilah melaksanakannya. Bila buruk, maka berusaha kuatlah menghindarinya. Ada Bunda dan Ayah di sini yang bersedia menjadi temanmu manakala kau butuh teman. Kami berusaha untuk tidak menghakimimu bila suatu saat kau membuat pilihan yang salah. Karena kesalahan ada agar kita dapat belajar tentang yang benar. Tapi jangan juga kau marah pada kami bila apa yang kami pikir benar ternyata tidak benar bagimu, karena sebagai orangtua, kami pun masih harus banyak belajar. Kehidupan adalah sekolah yang tak mengenal kata lulus, Anakku. Aku, ayahmu, kamu dan semua orang adalah murid sekolah kehidupan yang harus terus belajar sampai tiba hari diperhitungkan amal-amal.

Thursday, January 14, 2010, 03.15

14 Jan 2010 Part of My 2010 Resolutions
 |  Category: My Self, Refleksi  | Leave a Comment

Pikiran yang mengusikku belakangan adalah aku terlalu berlebih-lebihan dalam banyak hal. Aku memperhatikan bahwa kebutuhan dasar manusia sebenarnya sedikit saja bila ia tidak rakus dan bisa menahan diri. Misalnya dalam soal pakaian. Aku memperhatikan bahwa yang baju harian yang dikenakan anakku hanya itu-itu saja, mungkin hanya berputar-putar di 4 baju teratas dari tumpukan bajunya yang seabreg. Kering pake, kering pake. Ada orang bilang justru baju rombeng-rombeng yang nyaman dipakai karena dingin dan adem. Lantas baju lainnya kebanyakan hanya menganggur saja.

Peter Walsh, organizational expert yang sering menjadi nara sumber di Oprah Show, juga pengarang buku “It’s All Too Much” mengatakan bahwa, coba lihat isi lemari Anda. Apa yang tidak pernah Anda pakai selama setahun terakhir singkirkanlah. Bisa dengan menyumbangkannya atau menjualnya (kalau di AS garage sale adalah hal yang lumrah). Bila anda membeli 1 baju baru, maka 1 baju lama harus keluar. Aku berpikir sekarang ini justru orang Barat yang mengikuti wisdom of Islam, mengikuti sunnah Rasulullah. Aku pernah membaca bahwa Umar bin Khattab ra. hanya mempunyai 4 helai pakaian. Bila Beliau mendapat 1 baju, maka 1 baju lamanya diberikan kepada yang lebih butuh.

Resolusi 2010 ku adalah aku harus lebih banyak berbagi. Agar kecintaanku pada dunia bisa pupus sedikit demi sedikit. Belakangan nafsu belanjaku terutama dalam hal pakaian memang agak memudar. Sebenarnya dari dulu pun aku bukan orang yang segitunya dalam hal pakaian, tapi sekarang ini lebih ga bernafsu lagi. Yang ada saja sudah banyak, buat apa menambah yang baru lagi? So you are right, aku sama sekali bukan teman belanja yang asik. Yang doyan ngalor ngidul belanja mata di gerai pakaian dan factory outlet. Bukan di situ tempatku.

Sumbangkanlah apa yang berlebih. Karena apa yang menurutmu sampah, bisa jadi adalah harta karun di tangan orang lain. Buat apa menyimpan apa yang tak terpakai, lebih baik jadi bekal di negeri akhirat kelak. Lebih banyak berbagi, adalah part of my 2010 resolutions.

Monday, January 04, 2010, 02.15

14 Jan 2010 Masalahku adalah Jalan Rejeki Bagi Orang Lain
 |  Category: My Self, Refleksi, Serba-serbi  | Leave a Comment

Sabtu minggu lalu, mesin cuci kami rusak. Penyebabnya sepele saja. Paginya aku mencuci keset biru tebal berserabut. Karena sekarang musim penghujan, maka menurut perkiraanku keset tebal itu akan lama kering bila dicuci manual saja tanpa pengering. Ternyata tanpa disangka, kerontokan serabutnya sangat parah. Terbukti dari air bilasan penuh bulu yang keluar. Benar saja, setelah mesin berhenti ternyata air masih menggenang di dalam. Pasti ada saluran yang mampat. Siang itu, kami memanggil tukang servis langganan yang sudah kami percaya. Bapak ini tampaknya penjual jasa yang jujur. Tidak mengatakan rusak apa-apa yang memang tidak rusak. Karena ada sebagian teknisi yang nakal, ‘memanfaatkan’ ketidakmengertian customer soal mesin dengan menggonta ganti spare part yang sebenarnya tidak perlu diganti.

Aku jadi berpikir, betapa sempurnanya Allah mengatur pembagian rejeki makhluk-Nya. Jalannya sangat bermacam dan berliku. Siapa yang menggerakkan hatiku untuk mencuci keset pagi itu kalau bukan Allah?
Instead of ngomel karena rusaknya mesin merepotkan kerjaku, aku mencoba melihat dari perspektif lain bahwa itu adalah jalan rejeki bagi orang lain. Sejumlah uang mungkin tak seberapa artinya bagi kita, tapi bisa jadi itu adalah uang makan beberapa hari bagi orang lain.

Maka kini aku belajar untuk tidak mengeluh. Bila suatu saat kacamataku bengkok karena dimainkan anak-anak. Bila suatu saat sendalku putus di tengah jalan. Bila rumput di halamanku tumbuh sangat subur dalam waktu cepat. Bila suatu saat hariku kacau dan aku butuh bantuan orang lain. Aku harus selalu ingat bahwa masalahku adalah jalan rejeki bagi orang lain.

Sunday, January 3, 2010, 17.45

14 Jan 2010 Happy Mother’s Day
 |  Category: My Family, My Kids, My Self  | Leave a Comment

Life is so full of surprices especially when you are a mom, taking a snap of nap and leaving your toddler alone. Here’s my today story. Sebelum tidur siang sebentar aku membuatkan susu untuk dua balitaku, Aslam dan Halim. “Bunda, tidur sebentar ya Nak. Kalo pipis siram yang banyak ya. Jangan berantem terus ya.”

Dan ketika baru saja bangun, selalu ada saja ‘kejutan’ yang kudapati. Hari ini adalah bongkahan p*p yang tersebar di beberapa tempat. Kalau aku kilas balik kejadian yang dulu-dulu, kejutannya bisa beraneka macam. Pernah aku mendapati sofa yang penuh berlumur debu dan tanah, serbuk minuman yang berserakan lengket karena tercampur dengan air seni, atau bak mandi yang putih butek (bukan bening) karena dituangi hampir sebotol bedak, dan lain sebagainya.

It’s never been easy of becoming a mom. Tapi dalam kebanyakan kasus itu, karena tubuhku sudah segar sehabis istirahat, maka aku bisa membereskan semuanya dengan tenang. Yang membuat uring-uringan adalah ketika aku lelah misal karena keasyikan terlalu lama duduk di depan komputer. Too much of doing something can surely makes your life imbalance.

Aku menulis ini dalam rangka merayakan Hari Ibu yang tepat jatuh tanggal 22 Desember. Selamat Hari Ibu, semua. Selamat menikmati suka duka menjalani peran mulia ini…

Surabaya, Tuesday, Dec 22, 2009, 12.35

05 Jan 2010 Cita-cita yang Tak Pernah Padam
 |  Category: My Self  | 3 Comments

Cita-citaku yang tak pernah padam adalah aku ingin sekali menjadi penulis dengan karya yang diterbitkan. Aku tak pernah berniat menjadi pedagang seperti yang sementara ini sibuk kulakoni. Aku tak pernah berniat jadi guru seperti yang pernah kujalani beberapa tahun yang lalu. Setelah kucermati benar-benar, aku hanya ingin menjadi penulis.

Sudah sejak lama sekali aku menulis. Mulai dari diary kecil-kecilan sejak SD. Lalu diary berisi roman picisan ketika memasuki saat puber ketika Tsanawiyah (SMP). Lalu diary tentang segala pernak-pernik kehidupan dan pencarian jati diri di SMA. Di SMA juga aku mulai aktif menulis di Sie Penerbitan ROHIS yang menerbitkan bulletin Islam. Seingatku, dulu aku nyaris tak pernah belajar kecuali menyendiri mengutak-atik kata untuk tulisan yang akan diterbitkan sebulan sekali.

Masuk jenjang kuliah pun kurang lebih sama. Aku bergabung menjadi bagian redaksi di sebuah bulletin bernafaskan Islam bernama Filosofia, yang digagas oleh seorang teman yang akhirnya menjadi suamiku sekarang. Bulletin itu dicetak terbatas untuk kalangan mahasiswa UI waktu itu.

Ketika menikah aku sempat vakum menulis diary. Baru ketika memasuki 2004 aku mulai menulis lagi. Kali ini medianya berpindah. Tidak lagi menulis di buku, tapi langsung di komputer.

Aku menemukan bahwa menulis bisa menjadi terapi yang luar biasa efektif bagiku. It’s just like my own little sanctuary. Tempatku berteduh sejenak dari hiruk pikuk dunia yang meletihkan. Kepenatan dan kesusahan dalam hidup bisa mendadak menguap begitu aku terhanyut dalam menulis. Aku bisa terkikik sendiri bak orang sinting atau malah menangis berderai air mata saat menulis.

Tahun 2007 aku mulai terhubung dengan dunia internet. Waktu itu yang tengah marak adalah Friendster. Maka aku mulai mempublish satu persatu tulisanku diblog Friendster. Tak dinyana sambutannya positif. Beberapa teman menyarankan untuk dibukukan. Setiap kali ada yang mengatakan bahwa tulisanku bagus, or at least it means something to them, semangatku untuk membuat buku langsung terbakar. Tapi mungkin aku kurang gigih dan berkeras hati untuk serius mewujudkan itu. Kesibukan dan rutinitas sehari-hari seringkali mengubur mimpi itu.

Tahun 2008 aku akhirnya mengirimkan naskah ke sebuah penerbit yang gencar menerbitkan buku-buku Islam. Tapi responnya nihil. Mungkin naskahku cuma menjadi onggokan kertas di atas meja mereka (atau mungkin malah sudah berakhir di tempat sampah?) Akhirnya mimpi itu terkubur lagi.

Baru-baru ini ada beberapa teman lagi yang menyemangatiku. Mereka mengatakan bahwa mereka adalah pembaca setia tulisanku dan lagi-lagi menyarankan agar aku membukukan tulisanku. Duh, tersanjung rasanya. Tanpa maksud bangga diri dan besar kepala, tapi aku berangan seandainya tulisanku ini diterbitkan dan dibaca oleh lebih banyak orang, mungkin ada yang merasa terinspirasi dengan cerita keseharianku sebagai diri pribadi, wanita, istri dan ibu. As simple as that.

Belakangan aku mulai mensearching tentang percetakan indie. Yang membantu menerbitkan buku secara independen. Tapi sejauh ini belum ada respon jelas. Sebenarnya aku sangat ingin serius menggarap proyek buku ini. Sebelum niat ini kembali redup dan padam. Tapi tampaknya saat ini aku belum bisa berharap banyak. Suamiku punya rencana dan mimpi sendiri yang tak tega kuganggu gugat. Aku pun tenggelam dalam kesibukan mengurus keempat anak kami yang masih kecil. Sebenarnya aku sangat berharap 2010 ini bisa menjadi tahun di mana aku berhasil mewujudkan mimpiku. Hanya Allah tempatku berharap. As a wise man says: “Jangan pernah berhenti berharap! Mimpi hari ini adalah kenyataan esok hari…”

Tuesday, January 05, 2010, 04.05