Semua wanita yang pernah merasakan sendiri pengalaman melahirkan pasti tahu beratnya perjuangan mempertaruhkan nyawa demi kelahiran sesosok jiwa ke alam dunia ini. Tapi poin utama status ‘mati syahid’ yang hendak kutulis di sini tak hanya karena itu.
Bayangkan bahwa tiap detik dalam hidup kita dapat diisi dengan berjuta kemungkinan aktivitas atau keadaan yang secara merdeka dapat kita pilih. Kita dapat memilih untuk tidur, makan, menulis, atau bahkan melamun saja. Dalam semua keadaan itu, bila perangkat hati kita belum sedemikian bersih, maka kita tidak tahu apakah yang kita pilih itu bersesuaian betul dengan Kehendak Allah per saat itu.
Life is a series of gambling. Amal baik belum tentu amal sholih. Dosa adalah segala sesuatu yang tidak disukai Allah. Setiap waktu ada amalnya dan setiap amal ada waktunya. Dalam kekelaman hati yang belum bisa membaca Kehendak-Nya, maka kita betul-betul dalam keadaan menebak dan meraba apa amal sholih yang dituntut per saat ini. Per detik ini.
Nah, keadaan sakit mulas yang luar biasa saat melahirkan adalah sesuatu yang alami datang tanpa diundang (well, sepertinya kukecualikan dulu ya persalinan dengan bantuan atau C-Section). Si bayi lahir ke fase alam dunia dengan Titah Sang Maha Kuasa: ‘Kun Fayakun’. So it’s just like hitting the centre point of a Russian Dart when it all happens: ‘Bull’s Eye!’ Per detik itu memang itulah yang menjadi Kehendak-Nya. Maka seorang Ibu yang wafat pada saat itu –dan tentu saja ikhlas menjalaninya- benar-benar dalam keadaan (state) menemui Dia Ta’ala dalam menjalani Kehendak-Nya per saat itu. Did you see my point? Dan karena kesesuaian yang sempurna antara makhluk-Kholiq itulah maka ia mendapat syahid.
Mungkin ada yang bisa melengkapi dengan dalil?
Just my two cents!
(37w4d — sedikit hari saja menjelang kehadiranmu)
Chiltern Park, Friday, Dec 2,2011, 02.39