Tertipu yang paling sial adalah tertipu diri sendiri di hari akhir nanti
Merasa sudah berbuat baik tapi semua hanya harapan kosong yang tak bisa jadi penolong
Merasa diri sudah aman tapi jahannam ternyata mengancam
Tuhan
Dalam segala kekuranganku ini
Kaulah Penguasa dan Maha Penolong
Archive for ◊ 2014 ◊
Terbayang di pikiran suatu kali, suatu rekaan atau bayangan yang entah kudapat dari mana.
Seorang anak perempuan berwajah polos berbaju putih panjang, mengibakan sekali bak anak yatim yang butuh kasih sayang, menengadahkan kedua tangan kosongnya kepada seseorang. Berdiri di hadapannya seorang pria Arab yang penuh wibawa, berpakaian serba putih, berwajah teduh, yang lalu mengelus kepala si anak dengan kasih sayang seorang ayah. Latar belakangnya padang pasir. Jikalah anak itu tersesat, tiada siapa lagi yang bisa ia mintai pertolongan kecuali kepada lelaki itu. Dan lalu aku merasa, anak itu adalah aku. Dan lelaki itu adalah Sang Nabi. Aku selalu menangis mengingat bayangan adegan yang tampaknya nyata sekali di hadapanku. Saat aku memohon taubat dan ampunan pada Allah, visualisasi itu yang kadang hadir di kepalaku.
Terasa begitu rapuh…lalu seketika merasa aman dengan kasih sayang dan penerimaan yang luar biasa. Bagai terhapus segala beban dan kesusahan hidup. Bagai seorang haus yang menemukan telaganya. Dan lalu aku berpikir, kasih sayang Allah pasti lebih luas dari itu.
26112014, 26.27
Bayangkan suatu hari di mana
Hanya Dia yang memberi penilaian
Tak bermakna lagi semua label
Kamu teriak: “Kamu kafir dia kafir mereka kafir!”
Kamu sendiri? Sudah pasti tidak kafir?
Hisab dulu dirimu sendiri
Sudah baik?
Sudah cukup amal?
Sudah benar takwanya?
Amat berat hari itu
Saat semua ditimbang
17.74 Baca kitabmu!
Cukup dirimu sendiri menjadi penghisab atasmu
Warung Silah, 26112014, 20.40
Rintik mulai turun di luar sana
Selepas pemakaman seorang kawan tercinta
Isak tangis pecah menatap sebujur tubuh kaku memucat
Selain rasa kehilangan, ialah juga pelajaran kematian mencuat
Andai aku yang terbaring di situ, apa yang kubawa sebagai penyelamat
Tiap jiwa mengetahui apa yang telah dikerjakan dan dilalaikannya
–begitu bunyi sebuah ayat
Saat datangnya pemutus kelezatan dunia
Si Jahat menyesal kenapa tak berbuat baik
Si Baik pun menyesal kenapa tak lebih banyak berbuat baik
Teringat ayat yang kubaca kemarin hari
Penerima kitab di tangan kanan
berkata: “Bacalah kitabku!”
Aku yakin akan menemui perhitunganku
Maka dia menemui kehidupan surga yang menyenangkan
“Duhai betapa inginnya aku….”
Si Penerima Kitab Amal dari kiri menyesalkan
Aduhai sekiranya tidak diberikan catatan jelek ini padaku
Andai kematian menjadi penyelesai segala sesuatu
Duh Tuhan….tak kuasa rasanya membaca ayat-Mu ini
Tak layak aku atas surga-Mu
Tapi tak kuasa aku menanggung azab-Mu
Dalam pelajaran kematian seorang kawan,
Sesungguhnya, selain dia,
Aku menangisi diriku sendiri
Jakarta, 19 November 2014, 17.00
Tetiba ingin menulis tentang dia. Sosok yang sangat kukenal luar dalam. Orang dekat, yang karena kedekatannya yang saking, jadi sering menghalangiku melihat keistimewaannya.
Tidak ada momen spesial saat ini, aku hanya terpikir untuk menuangkan apa yang kutahu tentangnya. Kekurangannya biarlah jadi rahasia antara aku dan dia. Tapi kelebihannya, yang aku tulis saat ini, mudah-mudahan tidak menjadikannya besar kepala, melainkan jadi pemacu dan pelajaran saja baginya.
Dia adalah pembelajar sejati. Kasur yang empuk pasti lebih menggoda daripada menghadapi tumpukan buku, terlebih setelah kepenatan bekerja seharian. Kadang tak habis pikir memang, dari mana datangnya energi yang sedemikian besar itu.
He’s a secret keeper. Dalam obrolan kami, tak pernah tumpah aib tentang kerabat, kawan dekat atau rekan kerja dari mulutnya. Jadi barangsiapa yang pernah mencurahkan perasaat hati padanya, jangan takut, your secret is safe with him. Kasus di tempat kerja tak akan pernah jadi pengisi obrolan kami.
What’s in the office stays in the office. Dalam jabatannya yang terbilang tinggi di perusahaan, dan beban kerja yang pastinya tak ringan pula, nyaris tak pernah dia membawanya ke rumah. Waktunya di rumah adalah untuk bersantai, bermain bersama anak-anak atau duduk di depan komputer mengerjakan hobinya.
He’s a true obedient child to his parent. He never talk back. His siblings know very well that he is ‘anak mama’ and they let him got this privilege because he deserved it.
He’s so excellent in controlling emotion. Dalam belasan tahun masaku bersamanya, nyaris tak pernah ada riak berarti yang menggoyahkan biduk ini. And I don’t deserved that credit, kesabarannya yang luar biasalah yang meredam semua gejolak.
He’s everything to me…