Cinta itu menguatkan. Ketika pertama tahu tentang amr ilahiyah ini, aku langsung menerima. Meskipun ada tangis juga di sepanjang perjalanannya, tapi pada dasarnya aku menerima. Teringat jangkar-jangkar emosi yang dia tambatkan untuk menguatkanku. Misalnya memelukku yang menangis sepuasnya tanpa kata: dalam dan lama. Menerima semua emosi yang bergejolak dan tidak meremehkannya. “Ini memang berat, mari kita berjuang sama-sama.” Atau: “Sabar ya, dunia ini hanya sementara.” Lain waktu dia berkata: “Mas tidak berniat menyakiti. Maaf kalau Bunda tersakiti.”
Cinta itu menguatkan. Cinta bisa dinyatakan. Tapi prilaku keseharian yang membuktikan. Bagaimana menanggapi kemarahan dan kekecewaan pasangan dengan pas padahal terkadang ada rasa lelah dan frustasi juga menjalaninya. Menerima bait panjang omelan dan memakluminya sebagai bagian dari pasang surut emosi. Menerima dengan sepenuh hati bahwa ini adalah pasanganku, dengan segala lebih kurangnya.
Cinta itu menguatkan. Aku berterima kasih atas cintamu.