Aku diberi ruang menyendiri oleh Tuhanku. Untuk merenungi dan kembali ke dalam diri. Pagi ini membereskan laci-laci. Mendapati buku-buku bertumpuk yang belum dibaca. Aku berpikir, pada akhirnya kita harus memilih. Tak bisa mengambil semua. Teringat sebuah ungkapan dari Hasan Al-Banna. Al waajibaat aktsaru min awqootinaa. Kewajiban-kewajiban kita lebih banyak dari waktu yang tersedia. Lalu selang beberapa waktu membaca lagi ungkapan dari Rumi: The art of knowing is knowing what to ignore. KZ di pengajian terakhir mengatakan–aku parafrasekan–untuk mengambil air, tangan itu harus tertutup rapat. Kalau terbuka tak ada air yang bisa diambil. Jadi kita harus fokus ke diri sendiri. Kalau fokus terpecah kemana-mana tak ada yang bisa diambil.
Beranjak lebih jauh. Ada posting seorang kawan tentang wafatnya rekannya. Seorang liberal yang punya pendapat nyeleneh. Aku tidak ingin menghakimi tapi melihat ke dalam diri. Bagaimana keadaan akhirat seorang yang menyelisihi aturan Allah? Ya Allah, aku tak ingin seperti itu. Jangan masukkan aku ke dalam golongan yang demikian. Tapi bagaimana tahu ‘pendapat’nya Allah? Baca Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah penyelamatmu di hari akhir nanti. Ya Allah, golongkanlah kami sebagai ahlul Qur’an.
Kemudian terdengar anakku Ihya sedang mendaras hafalannya. Mungkin dia sampai di Surat AtThaghoobun ayat 12: “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul…” Deg!! Ayat itu berat, Nak! Mudah-mudahan sepanjang hidupmu kau tak hanya sekedar merapalkan itu, tapi hidup dengannya. Mudah-mudahan ayat itu merasuk dalam hatimu.
Sekian random thoughts pagi ini.