Rabu, 26 Juli kemarin Sinead O’Connor, penyanyi yang dulu terkenal dengan ciri khas kepala plontosnya menutup usia di usia 56 tahun. Judul tulisan ini adalah lagunya yang paling terkenal. Dia memeluk Islam di 2018.
Aku tidak akan menulis banyak tentang dia, tapi kematiannya membuatku berefleksi ke dalam diri sendiri. Begitu dia menerima Islam sebagai agamanya, ia menerima Allah sebagai Tuhan yang mengaturnya. Dia taat berhijab karena iman itu memang bukan sekedar percaya tanpa amal. Iman harus dibuktikan. Bagaimana dia yang terkenal ‘rebellious’ bisa tunduk dengan aturan yang dibuat Allah. Iman itu punya konsekuensi logis.
Aku berkaca dalam diri. Aku muslim sejak lahir. Tapi apakah sebenarnya aku telah menerima Allah sebagai pengatur hidupku? Aku memang sudah mengerjakan sholat lima waktu. Tapi aku belum bisa menundukkan hawa nafsuku untuk tidak membuang-buang waktu, tenggelam dalam kelalaian. Aku belum bisa menahan amarah. Aku belum taat penuh pada suami. Aku masih sering mempertanyakan mengapa begini mengapa begitu. Jadi di mana Allah -yang aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Dia- itu aku tempatkan?
Duh, Allah….maafkan hamba-Mu yang lalai ini ya.