It’s two o’clock in the morning when we begin this conversation.
” Besok Mas ada presentasi.”
” Udah siap bahannya belum”? Tanyaku.
” Belum. Tapi outline yang mau Mas omongin udah ada di kepala.”
” Mas bisa tenang ya kalo soal yang beginian…?”
” Iya, ketenangan itu penting loh Bunda biar ga ngalamin yang namanya pembajakan emosi.”
And so on, lantas dia bercerita tentang sedikit masalah psikologi, memberi tips bagaimana memaknai proses belajar agar selalu teringat, diselingi becanda ringan menertawakan kebodohanku masa silam. Saat dia mereview aku segera setelah belajar PSAK. ” Jadi judulnya apa yang tadi dipelajari? ” Dan aku hanya melongo tak dapat mengingat judul bab yang tiga baris panjangnya itu. “Judulnya aja lupa apalagi isinya ya?” Hahaha, sindiran yang dalam, tapi toh aku tak tersinggung. Malah menertawakan cerita masa lalu itu bersama-sama. Ditambah sweet little gestures aku menendang kakinya mesra.
Obrolan berlanjut diselingi nasehatnya tentang bagaimana cara dan waktu yang tepat memarahi anak. Menyinggung soal kejadian yang beberapa jam sebelumnya terjadi saat aku ‘memarahi’ Halim yang memainkan kunci rumah hingga terselip entah di mana. Mengajariku untuk memisahkan kemarahan sesuai dengan kadar kesalahannya. Sesuatu yang bila ia lakukan saat kejadian itu baru berlangsung pasti akan kutolak karena hati masih panas. Dia mengajariku dengan cara dan timing yang pas sesuai pembawaanku.
Dia menasehati, tapi aku tak merasa dinasehati.
Dia mengajari, tapi aku tak merasa digurui.
I love the tiny little thing that happen between us…
Wednesday, February 25, 2009 at 4:45pm