Yup, benar! Itu memang cita-citaku. Never clearly stated tapi setelah kupikir-pikir sepertinya itu yang terinternalisasi dan mengendap jauh di dalam diri. Yang pasti, kriteria ini yang terutama dibanding kebagusan rupa. Apalagi kalau kulihat list ‘para pencuri hatiku’ dulu.
Terus terang aku sangat awam masalah lelaki. Tak cukup punya banyak pengalaman hasil trial and error. Jadi jujur saja, daftarku teramat pendek. Only few selected person. Tapi yang jelas, my husband is not my first love.
Apa indikator pintar jaman sekolah dulu? RANKING. Itu menurut pikiran polos naifku. Namanya juga cinta monyet toh. Cinta anak ingusan. Maklum saja kalau masih berpikiran begitu sempit. Lupakan saja dulu tentang: sholih, dewasa, bertanggung jawab, deelel.
Dan berdasarkan ranking, di 12 tahun sekolah formalku dulu (tidak termasuk kuliah) ternyata hanya 2 orang cowok saja yang kuakui keunggulannya di atasku. And guess what, 2 orang itulah yang sukses menjadi (ehemm- ehemm) my so-called love-list.
Daftar ini begitu pendek, karena di jaman hormon puber tengah meledak-ledak, alias masa-masa SMP, aku berada di penangkaran khusus wanita alias boarding school. Jadi ga ada sasaran empuk yang bisa ditaksir.
Kalau diinget-inget sekarang lucu ga sih, naksir cowok karena NEM nya beberapa poin di atasku. Atau kepincut sama juara kelas sementara aku terpaksa takluk di posisi runner-up. Lah wong, apa korelasi seseorang bisa jadi suami yang baik berdasarkan nilai NEM dan ranking. Hahahaha….
Tapi Allah Yang Maha Baik memang senantiasa mendengar doa hamba-hamba Nya. Terutama yang melantunkan doa tulus saat sedang sekarat dalam derita cinta. Dia memberi yang jauh lebih baik.
Ini contohnya. Kecenganku dulu mengantongi NEM 45. Yaaa…lumayan lah ketimbang aku yang jeblok di 37,66 (salahkan boarding school? Soalnya segitu udah termasuk tinggi di sana). AlhamduliLlah masih masuk di SMA Negeri walau dengan peringkat buntut (312? Sungguh nyarisss…). Meski kemudian aku sukses meraup 7 piagam juara kelas di SMA. Tapi aku ternyata berjodoh dengan suamiku yang kemudian kutahu NEMnya 52. Haha…terkabul kan cita-citaku? In terms of PINTAR menurut versi jadulku.
Allah Yang Maha Baik memang selalu mengikuti persangkaan hamba-Nya. Even better….
Suami saya juga kl dikorek2 keterangan dia…Lbh pinter dari saya…^_^. Yg sekarang mau saya kalahin lagi adalah nilai TOEIC dia..Ga sopan…Ga boleh tuh dia lbh tinggi…hahahaha…
(btw, ga usah ngomongin toefl deh. Udah nyerah dah sama toefl..TOEIC aja yg aman…T_T)
Nurul, kok bisa sama sihhhh
dulu SD aku juga sempet naksir sama cowo yang rangking satu dikelas
SMP aku naksir sama cowo peraih nilai NEM tertinngi seSMP 58 (dan menjadi satu-satunya murid yang masuk SMA 8)
SMA aku juga naksir cowo yang pinter Fisika, dan dapet rangking diatasku..
dan sekarang dapet anak Fasilkom UI yang dulu nilai ulangan Fisika bisa dapet 10…Alhamdulillah
Rika, TOEIC apa sih? Tulalit nih, ga tau aku apa artinya. TOEFL tapi versi BAhasa Jepang ya?
Selamat Mba Cici!
Judulnya sama denganku donk: CITA-CITA TERCAPAI!
😀
Hm…I don’t know….smart is something multiple…multiple intelligence. Banyak juga orang pintar belajar atau kerja tapi hubungan manusianya payah. Tapi pendidikan memang salah satu indikator yang oke bagi saya pribadi. Di Jepang katanya, rata2 Ibu2 rumah tangga di Jepang minimal S1 dan bahkan S2, S3, cum laude dll. Alasan mereka berpendidikan tinggi adalah untuk anak-anak mereka. Tapi bukan hanya itu, kepintaran/kecerdasan sosial juga amat diutamakan, karena berpengaruh langsung pada perilaku anak (anak2 kan akan meniru orangtuanya juga).
Yang jelas, mungkin kalian berjodoh karena sama-sama pintar walaupun di bidang yang berbeda 🙂 sehingga saling melengkapi? 🙂
Dan semoga para calon Ibu juga tetap semangat bersekolah dan fokus untuk meningkatkan kemampuan diri untuk kepentingan yang lebih besar lagi.
kata twamikuw: banyak cewek yang suka sama cowok pinter tapi nggak suka dipinteri sama cowok…
twamikuw itu memang lelaki yang pintar komentar 😀
[WORDPRESS HASHCASH] The poster sent us ‘0 which is not a hashcash value.
Hehe…bener banget Mba Danik. Your husband is absolutely right. Suamimu ngomong berdasarkan pengalaman tuh, Mba. Jadi terima aja 😀