Tuesday, May 15, 2007, 20.13
Barusan lihat berita tentang Widjanarko Puspoyo (mantan Dirut Bulog) di Metro TV. Jadi membatin dalam hati, apakah ga ada perasaan bersalah yang hinggap di dirinya menilep uang rakyat milyaran rupiah? Tambah geregetan setelah ingat berita di Jawa Pos yang dirilis tanggal 24 Maret silam. Tim penyidik menemukan satu koper dan tiga ember penuh berisi uang tunai di kamar mandi ruang tidur pribadi Widjan. Jumlahnya diperkirakan ratusan juta rupiah.
Apakah nuraninya sudah begitu tumpul sehingga kebas dengan segala kisah penderitaan rakyat yang hampir setiap hari diekspos di media? Mungkin tidak tepat lagi jika disebut nurani, melainkan zulmani (meminjam istilah Prof. Nurcholish Madjid), karena sang hati telah kehilangan pendar cahayanya. Mungkin karena dosa ga benjol, jadi orang merasa bebas berbuat sekehendak hatinya.
Jadi ingat kisah yang pernah kubaca di sebuah buku. Konon dulu, sewaktu zaman Nabi SAW, kalau ada orang yang berghibah, bau busuk serupa bangkai akan langsung tercium sebagai manifestasi ayat yang memgumpamakan ghibah sebagai memakan bangkai saudara sendiri. Tapi sekarang, walaupun orang berghibah di mana-mana, kok ga tercium ya bau bangkainya? Buku itu menjawab demikian. Ambillah ibarat orang yang sehari-hari bergumul dengan sampah. Tentu bau sampah yang amat busuk itu tidak lagi begitu menyengat baginya karena sudah saking terbiasanya terhirup sehari-hari. Mungkin demikian juga yang berlaku pada kita saat ini. Di dunia yang makin edan ini, yang waras justru yang dianggap aneh.