Tulisan ini dibuat dalam rangka memenuhi persyaratan Matrikulasi Grup WhatsApp Nouman Ali Khan Indonesia
Ayat utama dalam ceramah yang dibahas Ustadz Nouman pada konvensi tahunan MAS-ICNA ke-13 ini adalah Surat An-Nahl ayat 125:
“Serulah ke jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui orang yang mendapat petunjuk.”
Dalam Bahasa Inggris kata ud’uu diartikan sebagai ‘invite’ atau ‘undanglah’. Ketika kita mengundang seseorang berarti kita mempunyai hubungan yang baik dan bersahabat dengan orang yang akan kita undang. Kita tak mungkin mengundang dengan cara yang galak, menghakimi dan merendahkan.
Poin selanjutnya ada pada kata ‘sabiili Robbik’ atau jalan Tuhanmu. Normalnya kita mengajak seseorang ke sebuah tujuan (destinasi) tapi di ayat ini justru ajakan itu adalah ke jalan (Tuhanmu). Artinya Allah tidak menilai seorang hamba dari sampai tidaknya ia kepada kesempurnaan iman, tapi dari usahanya menempuh jalan menuju-Nya. Ada yang sudah berjalan jauh, ada yang baru berjalan, tapi semua tak masalah selama masih berada di jalan Allah. Orang memasuki Islam dan mempelajari Islam dengan cara-cara yang berbeda. Ada yang cepat belajar ada yang lambat. Tapi semua itu dikatakan sukses jika masih berada di jalan Allah.
Sahabat Rasulullah yang merupakan ummat/generasi yang terbaik pun dilarang Allah untuk meminum khamar dalam beberapa tahapan, tidak sekaligus. Tapi ironisnya, kita kadang mengharap perubahan instan ketika berdakwah. Padahal bukan usaha kita yang bisa merubah seseorang, hanya Allahlah yang merubah. Ketika kita terlalu keras mengajarkan agama kepada seseorang, orang itu bisa patah semangat. Permudahlah, jangan persulit. Kita harus bersabar dan terus semangat dalam mengingatkan, karena kita tidak pernah tahu dari nasihat yang mana mereka akan berubah. Kita tak pernah tahu ‘benih’ nasihat mana yang akan tumbuh. Dan Allah pun menegaskan pada akhir ayat An-Nahl 125: Dia yang lebih mengetahui siapa yang sesat dan siapa yang mendapat petunjuk.
Jadi inilah masalah pertama, kita mengharapkan perubahan yang terlalu cepat dan terlalu keras dalam berdakwah. Masalah kedua, kita sering tanpa sadar memusnahkan harapan orang untuk masuk surga. Seakan surga hanya layak dimasuki oleh orang yang sangat baik dan alim, yang punya ilmu, pengetahuan dan amal yang amat banyak. Orang awam jadi merasa terintimidasi dengan banyaknya tuntutan sebagai prasyarat ke surga.
Ustadz Nouman mengisahkan tentang para pemuda Kahfi yang masuk surga hanya karena tidak mau menyembah kepada selain Allah. Itu saja. Tapi lantas kita yang membuatnya jadi rumit. Padahal hal yang pokok dan mendasar adalah bagaimana seseorang mengenal Rabbnya. Itu saja.
Ketiga, kita suka membuatnya terdengar seperti hanya orang terbaik saja yang bisa masuk ke surga. Padahal Allah membuka pintu surga lebar-lebar. Allah berfirman dalam Surat Al-Hadiid ayat 21: “Berlomba-lombalah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah karena Allah diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.”
Ustadz Nouman mengecam praktek keseharian ibu-ibu yang seringkali mengancam anaknya dengan ancaman neraka atau ‘nanti Allah marah’. Ini bisa menanamkan anggapan salah semenjak kecil bahwa masuk neraka itu mudah tapi masuk surga itu amat sulit. Bagaimana Anda mengharapkan anak itu punya prasangka baik kepada Allah ketika dewasa? Punya harapan baik kepada Allah?
Keempat. Dalam Surat An-Nahl ayat 116 Allah berfirman “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta ‘ini halal dan ini haram’ untuk mengada-adakan kebohongan atas nama Allah.”
Kita mudah sekali menjatuhkan vonis haram atas segala hal. Hingga timbul anggapan ‘semua haram hingga terbukti halal’ padahal yang berlaku justru sebaliknya. Versi haram Anda, seringkali bukanlah versi haram Allah. Ketika kita berpikiran sempit maka penafsiran atas firman Allah dan ajaran Nabi menjadi sempit.
Kelima, tentang keikhlasan atau ketulusan. Tidak semua perbuatan baik yang dilakukan semata karena Allah saja yang mendapat ganjaran Allah. Perbuatan yang timbul dari perasaan belas kasih kepada sesama juga berpahala. Pekerjaan yang bersifat duniawi dengan tujuan mencari nafkah halal juga berpahala.