Tahun ini, 2 anak kami mengikuti proses PPDB atau Penerimaan Peserta Didik Baru. Satu ke jenjang SMP dan satu lagi ke jenjang SMA. Alhamdulillah mereka berdua keterima di sekolah Negeri.
Proses PPDB ini membawa ingatanku ke peristiwa tahun lalu saat mencari sekolah SMA untuk Si Nomer Dua. Karena nilainya lumayan bagus, dan usianya cukup matang, kami optimis dia bisa masuk SMAN. Kami PD sekali hingga tak mencari sekolah swasta manapun sebagai cadangan.
Singkat cerita dia gagal masuk SMAN dan karena kami mentok mencoba sampai Tahap Akhir, beberapa sekolah swasta yang kami coba datangi kursinya telah terisi penuh dan menutup pendaftarannya. Akhirnya masuklah ia ke sekolah swasta biasa yang -jujur saja- sering kupandang sebelah mata (jadi kuwalat juga judulnya).
Tiba-tiba di tengah tahun, ia mencoba test mutasi Negeri dan alhamdulillah lulus sebagai peringkat 3 dari 33 siswa. Hanya 3 teratas yang lulus.
Bila aku kilas balik, banyak hikmah dari ‘gagal’nya dia di PPDB pertama. Banyak hikmah karena ditolak sekolah swasta mahal yang uang masuk nya bisa 10x lipat dari sekolah dia saat itu. Kami bisa menghemat banyak dana pendidikan anak. Dia bisa masuk SMAN yang tadinya jauh dari jangkauan nilainya. Hikmah lainnya mungkin akan terasa jauh di depan. Who knows?
Inti dari tulisan ini adalah, kadang kita tidak bisa melihat hikmah dan pelajaran hidup di awal. Kadang lama setelahnya, kita baru bisa melihat ‘silver lining among the dark clouds’. Kadang kita baru mengerti jalan cerita dari takdir yang Allah gariskan, lama setelahnya.