Belum lama ini ada kejadian yang menyesakkan dada. Tak perlu kutulis kejadiannya apa. Sering kali, di ujung kesedihan, saat yang kuandalkan hanyalah doa, Allah memberiku kelapangan dengan membalikkan perspektif atau cara pandangku.
Saat hatiku sakit, Allah meneguhkanku dengan perasaan berbeda dari sebelumnya. Bila sebelumnya ada cemburu, kadang-kadang beralih jadi rasa kasihan. Bila sebelumnya sebal, malah berbalik jadi perasaan ingin menjadi penyokong utama yang setia.
Sayang, apa ya yang berubah setelah poligami ini? Rasanya kau makin mencintaiku. Obrolan-obrolan kita tetap cair. Kita sering tertawa walau tanpa bercakap sepatah kata. I want to be your biggest supporter. Saat lelah di luar sana, kau menjumpaiku sebagai tempat bersandar. Saat pusing, kau menemukanku sebagai tempat menenangkan pikiran. Maaf kalau sekali waktu justru aku yang jadi sebab kepusinganmu. Aku ingin terus mendampingimu. Sesekali aku ingin lari, tapi lantas terpikir, nanti siapa yang temanimu? Nanti siapa yang bisa membaca pikiranmu walau tanpa berkata. Dan sebaliknya, bagi diriku pun begitu. Siapa yang mengenaliku sebaik dirimu.
Aku mestinya bersyukur mendapat suami yang taat amr. Aku semestinya mendukung ia berlaku adil. Walau kadang amat berat buatku. Tapi hey, hidup kan ga cuma di dunia.