Entah pernah kubaca di mana, tapi katanya, berdasarkan riset, ibu yang tengah hamil atau baru melahirkan kerap mengalami penurunan IQ beberapa point untuk sementara waktu. Entah karena pengaruh hormon, atau karena pengaruh psikologis dalam menghadapi situasi dan kondisi yang sama sekali baru dengan kehadiran sang bayi.
Entah benar, atau tidak, yang jelas aku juga pernah mengalami saat-saat krisis itu. Pada saat anak keduaku berusia kurang lebih 3 bulan, aku sempat merasa seperti orang linglung yang asing dengan keberadaanku sendiri. Merasa bagai hidup di negeri antah-berantah, feeling disconnect dengan kehidupanku bagai mengawang-awang dan tidak menapak di bumi. Merasa bodoh, agak pikun dan lebih cepat lupa. Apakah ini termasuk gejala penurunan kecerdasan atau gejala baby-blues syndrome saja?
Suatu kali kami sekeluarga menjenguk teman yang baru saja melahirkan. Sang ibu yang kutahu seorang yang sangat cerdas mengatakan bahwa ia terlupa hari dan tanggal dan hanya ‘ngeh’ dengan jam karena berkaitan dengan jadwal menyusui bayinya.
Entahlah, mungkin saja berlebihan bila dikatakan itu adalah salah satu contoh dari penurunan kecerdasan sementara seorang ibu. Mungkin itu hanya dikarenakan ia ‘tenggelam’ dalam dunia barunya yaitu sang bayi yang memerlukan perhatian penuh yang menyita hampir seluruh waktu sang ibu. Mengubah ritme kehidupan menjadi sama sekali baru.
Kalau memang benar ada penurunan kecerdasan secara temporer itu, maka pastilah ada aspek yang meningkat di sisi lain. Naluri keibuan, kesabaran, kepekaan dan perasaan kasih sayang pasti makin meningkat dan terasah dengan hadirnya sang buah hati.
But the good news is, itu semua hanya bersifat temporer. Selang beberapa waktu kemudian, semua akan kembali normal. Tentu saja, bukankah menjadi seorang ibu itu memang harus cerdas?