Suatu pagi, entah kapan persisnya (harusnya aku mengingatnya sebagai salah satu pancang dalam hidupku) aku menuntashabiskan membaca catatan seorang pencari di jalan Allah yang biasanya terlewat begitu saja. Setelah usai, aku menangis karena kedalaman hikmahnya. Catatan berisi hikmah dari para penemu diri. Tentang untaian Kalam Qudsi dari Allah, tentang keteladanan RasuluLlah, tentang tenggelamnya seorang hamba dalam Allah, tentang keRahman Rahiman Shifat Allah. Dan tentang segala sesuatu yang ujungnya mengingatkan tentang Allah.
Ada yang lain setelah itu. Bagai tuangan segar yang mengisi kekosongan batinku. Membuatku menoleh pada-Nya. Membuatku merasa betul-betul diamati. Segala hal lalu seperti hanya jelas terjadi antara Dia dan aku. Tak penting yang lain lagi. Aku menjadi segan menulis yang remeh temeh lagi. Aku sontak malu pada segenap kesombongan diri ini, pada segenap kelalaian yang bertumpuk mengotori fitrah jiwa.
Tuhan, segalanya hanya antara Kau dan aku. Aku tak layak berkata lagi.
Thursday, October 29, 2009, 23.15